Minggu, 09 Oktober 2011

Abad 16 (Tahun 1500 an) Desa Cakru Telah Ada

Cakru merupakan sebuah desa yang terdapat di Kecamatan Kencong. Pada tahun 1996 dimekarkan menjadi dua desa, yaitu desa Cakru dan Paseban. Potensi utama dari Desa Cakru adalah lahan pertanian yang subur.
Keberadaan Desa Cakru ternyata terekam dalam Naskah Perjalanan Bujangga Manik yang berasal dari tatar Sunda (Jawa Barat). Naskah Perjalanan Bujangga Manik ini berbahasa Sunda dalam bentuk puisi yang sekaran tersimpan di Perpustakaan Bodley di Oxford.
Naskah Perjalanan Bujangga Manik ini ditemukan pertama kali tahun 1627 dan kemudian disimpan di Oxford. Naskah ini ditulis pada daun nipah dalam bentuk puisi yang terdiri 29 daun nipah dan sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata (Noorduyn 1968:469, Ricklefs/Voorhoeve 1977:181).
Tokoh utama dalam Naskah tersebut adalah Prabu Jaya Pakuan yang dikenal sebagai BUJANGGA MANIK. Bujangga Manik adalah Resi Hindu dari Kerajaan Sunda yang suka menjalani kehidupan kependetaan walaupun dia adalah seorang Prabhu di keratin Pakuan Padjadjaran (ibukotanya sekarang menjadi kota Bogor.
Bujangga Manik melakukan perjalanan dari Pakuan Padjadjaran ke Jawa sebanyak dua kali. Pada perjalanan yang kedua, Bujangga Manik menyeberang Selat Bali menuju Pulau Bali dan tinggal di Pulau Bali untuk beberapa saat. Pada akhir perjalanannya, Bujangga Manik bertapa di sekitar Gunung Patuha sampai akhir hayatnya.
Naskah Bujangga Manik berbahasa Sunda, tidak satu katapun yang berasal dari bahasa Arab. Penyebutan nama-nama, seperti: Majapahit, Malaka dan Demak dapat diperkirakan bahwa naskah ini berasal dari akhir tahun 1400-an dan awal tahun 1500-an.
Keberadaan Naskah Bujangga Manik sangat berharga karena menggambarkan topografi Pulau Jawa sekitar abad ke-15 dan abad ke-16. Sejumlah 450 nama lebih tempat, gunung dan sungai disebutkan dalam naskah ini, sebagian besar nama-nama tersebut masih dikenali sampai sekarang.
Nama Desa Cakru, yang sekarang bagian dari Kecamatan Kencong Kabupaten Jember, disinggahi Bujangga Manik saat perjalanan kedua kembali dari Bali menuju Tatar Pasundan. Naskah Bujangga Manik[1] menjadi bukti bahwa Desa Cakru telah ada pada tahun 1500-an, bahkan sebelum tahun-tahun ini.
Bujangga Manik sempat mampir di desa Cakru sebelah selatan Lamajang. J.J. Noorduyn menerangkan perjalanan Bujangga Manik di Pantai Selatan Jawa Timur melalui desa Cakru [2]:
Taking the route along the south coast of Java for his return journey, Bujangga Manik passed Padangalun (1. 1028), a name which is strongly reminiscent of Tawangalun (cf. Jav. padang "light, open", and tawang "open, not overshadowed"), the name or title of a 17th-century prince of Blambangan. Then he "reached Mt. Watangan, which faces the island (nusa) of Barong" (11. 1029-1030), that is, the coastal mountain range Watangan, east of Pugër, and the small, uninhabited
island Nusa Barung off this coast. From there he came to Sarampon (1. 1032), which is not on our maps, but which occurs in the Nagarakrtagama (22:4b) as the village of Sarampwan, where Hayam
Wuruk disported himself while spending a few days in Sadeng, near present-day Pugër, on his eastern progress of 1359. Next Bujangga Manik passed the village of Cakru (1. 1033), which still exists today
on the coast to the south of Lumajang, and came to the lurah of Kënëp (unidentified) and to (the region of?) Lamajang Kidul (11. 1036-1037).

(artinya: Mengambil rute di sepanjang pantai selatan Jawa untuk perjalanan kembali, Bujangga Manik melewati Padangalun (1. 1028), nama yang mengingatkan Tawangalun (lih. Jav padang "cahaya, buka",. Dan Tawang "terbuka, tidak dibayangi"), nama pada abad ke-17 berkaitan dengan nama pangeran dari Blambangan. Lalu ia "mencapai Gunung Watangan,. Yang menghadapi pulau (nusa) dari Barong "(11 1029-1030.), yaitu pantai pegunungan Watangan, timur Puger, dan kecil, berpenghuni Pulau Nusa Barung lepas pantai ini. Dari sana ia datang ke Sarampon (1 1032.), Yang tidak pada peta kita, tapi yang ada dalam Nagarakrtagama (22:04 b) sebagai desa Sarampwan, dimana Hayam Wuruk sendiri menghabiskan beberapa hari di Sadeng, sekarang dekat Puger, kemajuan timur nya 1359. Next Bujangga Manik melewati desa Cakru (1. 1033), yang masih ada hingga sekarang di pantai di selatan Lumajang, dan datang ke lurah dari Kënëp (tidak teridentifikasi) dan (wilayah?) Lamajang Kidul (11 1036-1037.).

Informasi Bujangga Manik ini menunjukkan bahwa telah ada nama sebuah desa Cakru pada abad 16. Desa Cakru sekarang ini menjadi bagian dari Kecamatan Kencong. Ini menunjukkan keberadaan Desa Cakru telah ada sejak abad ke-16. Selain menyebut nama Desa Cakru, Bujangga Manik juga menyebut Gunung Watangan dan melihat Nusa Barong.

Peta Perjalanan Bujangga Manik Di Jawa Timur[3]

Berita selanjut tentang wilayah Selatan di Jawa Bagian Timur diterangkan oleh Tome Pires dalam Summa Oriental-nya. Pires menggambarkan wilayah Blambangan (yang disebutnya denga Bulambuan) dibatasi pada satu sisinya dengan wilayah-wilayah Canjtam, Panarukan, Pajarakan, serta di sisi dalamnya dibatasi oleh CHAMDA.[4]
Chamda yang pada suatu kesempatan disebut Chandy atau Chande yang dihubungkan dengan kota Jember yang berada di bagian selatan sebelah timur Jawa. Chamda atau Chandy atau Chande disebut sebagai “The Kindom Of O Valle” atau O Vale, hal ini mengacu pada tempat yang terletak di lembah yang berada di antara dua Gunung, yaitu Gunung Hiyang (3088 meter ketinggiannya) dan Gunung Raung (3332 meter ketinggiannya).[5]
De Graaf dan Pigeaud menerangkan bahwa Chamda yang disebutkan dalam Summa Oriental terletak di pedalaman yang dikaitkan dengan daerah Sadeng[6]. Daerah Sadeng ini beberapa kali disebutkan dalam Negarakratagama dan Pararaton, yang diduga sebagai nama Puger (termasuk wilayah Kencong) pada abad ke 15 – 17.
Menilik keterangan-keterangan di atas dapat dilihat bahwa sekitar dan termasuk wilayah Kencong, dalam radius 50 km dari Kencong, pada abad 14 – 17 telah dihuni oleh masyarakat yang telah memiliki suatu pemerintahan. Kadipaten Lamajang (Lumajang saat ini) diserang Majapahit sekitar tahun 1311 M dan 1316 M, yang kemudian disusul Sadeng diserang Majapahit tahun 1331.
Wilayah Kencong menilik jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Sadeng / Puger dapat diperkirakan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Sadeng pada saat sebelum diserang Majapahit. Sadeng dianggap sebagai kekuatan yang harus ditaklukkan oleh Majapahit. Dengan demikian Wilayah Sadeng (termasuk Kencong) telah dihuni oleh suatu masyarakat yang terorganisir oleh suatu pemerintahan.




[1] Naskah Bujangga Manik diketahui sebagai koleksi Perpustakaan Bodlein, di Oxford, Inggris. Naskah ini berasal dari Saudagar yang bernama Andrew James dari Newport. Naskah Bujangga Manik menjadi koleksi Perpustakaan Bodleian sejak 1627 / 1629. Isinya menuturkan tentang perjalanan Bujangga Manik, penyair kelana dari Pakuan (dekat Bogor) yang hidup pada abad ke-16. Ia melakukan perjalanan menyusuri Pulau Jawa hingga Bali. Lihat dalam uraian Hawe Setiawan “Bujangga Manik dan Studi Sunda”, hal 3. Naskah ini diperkenalkan kepada umum oleh J. Noorduyn Bujangga Maniks journeys through Java; topographical data from an old Sundanese source dalam: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 138 (1982), no: 4, Leiden, 413-442
[2] J. Noorduyn Bujangga Maniks journeys through Java; topographical data from an old Sundanese source dalam: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 138 (1982), no: 4, Leiden, hal. 428.
[3] Ibid., 417.
[4] Lihat dalam Summa Oriental of Tome Pires: an Account Of The East, From The Red Sea To China written In Malacca An India In 1511- 1515 And The Book Of Francisco Rodrigues: Pilot Major Of The Armada That Discovered  Banda and Molluccas, New Delhi: Asian Educational Services, 2005, hal. 198.                                                                                                                                                                                              
[5] Ibid., hal.189.
[6] H.J. De Graaf dan T.G. Th Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta: Grafiti, 1974, hal. 339.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar