Selasa, 04 Oktober 2011

PENEMBAKAN MISTERIUS (PETRUS) 1980-an ASAL-USULNYA DARI KENCONG

Korban PETRUS di Pinggir Kali / Sungai
Peristiwa Penembakan Misterius, yang dikenal sebagai PETRUS, yang terjadi pada era Presiden Soeharto tahun 1982-1983 ternyata bermula dari Perampokan yang terjadi di Kencong. Fakta ini diberitakan dalam Majalah TEMPO edisi 21 Agustus 1982.

Kutipan berita itu sebagai berikut:


ADA ribut-ribut lagi di Jawa Timur, terutama di Kabupaten Jember dan Bondowoso. Terbetik berita, sejak bulan puasa lalu beberapa sosok mayat ditemukan di sawah atau hanyut di sungai. Penduduk yang menyaksikan memperkirakan mayat-mayat itu adalah para bromocorah (residivis) dan beberapa di antaranya tukang santet (tenung).

 Sumber TEMPO menyebut jumlah mayat itu mencapai 30 hingga 40. Ini mengingatkan orang pada kejadian tahun lalu. Menurut keterangan resmi Laksuda Ja-Tim waktu itu, 15 bromocorah dan 12 tukang santet menjadi korban. Sebagian karena dikeroyok massa, lainnya oleh peluru petugas karena mereka melawan atau melarikan diri ketika hendak ditangkap.

Kali ini pun agaknya hampir serupa. Cerita itu bermula dari peristiwa perampokan di rumah H. Gaffar, penduduk Desa Kedunglangkap, Kecamatan Kencong, Jember, dinihari 27 Juni lalu. Pada malam bulan puasa itu, seorang penduduk memergoki sekawanan perampok mendobrak pintu rumah H. Gaffar.

Kentongan segera dipukul, yang lalu disambut riuh oleh masyarakat yang sudah mengenal siskamling (sistem keamanan lingkungan). Penjahat yang baru berhasil menyabet uang Rp 3 5 ribu, berlari sembari merusak perabotan di rumah itu.

Masyarakat, petugas Koramil dan Kosek setempat yang dilapori, segera mengejar. Kawanan penjahat itu rupanya sembunyi di daerah rawa di pedukuhan Jatisari.

Koptu M. Choiri dari Koramil yang lebih dulu tiba di daerah rawa, tiba-tiba diserang hingga tulang punggungnya patah dan perutnya kena clurit. Ia meninggal di tempat kejadian.

Serka Pol. Meoji dari Kosek segera melepas tembakan peringatan. Tapi dia malahan diserang pula, hingga terpaksa melepas tembakan yang melukai tiga penjahat. Dia sendiri terluka kepala dan lengannya.

Pada beberapa bulan terakhir, Kecamatan Kencong yang berpenduduk 120 ribu jiwa itu memang kurang aman. "Kami sering dag dig dug, takut mendapat giliran sasaran penjahat," kata Masykur, seorang tokoh masyarakat di Kencong.

Yang meresahkan adalah karena bromocorah yang kebanyakan sudah dikenali identitasnya oleh penduduk itu, terkadang secara terang-terangan menjalankan aksinya. Tak hanya merampok, bila ada yang menghalangi mereka konon juga tak segan-segan membunuh atau memperkosa korbannya.

Aparat keamanan bukannya tak unggap. Tapi setiap petugas terjun ke suatu daerah penjahat beroperasi di sempat lain Medan di daerah Jember dan Bondowoso yang sering dikacau penjahat itu memang tak menguntungkan. Dikelilingi hutan, perkebunan atau rawarawa. Lokasinya juga jauh dari pusat kota.

Maka ketika di Kencong pada malam takbiran rumah Mukti, 45 tahun, didatangi sekawanan orang bersepeda motor, mengenakan jaket blujin dan berambut gondrong, penduduk tak segera bisa menghubungi polisi. Mukti yang dulunya dikenal sebagai bromocorah itu, esok harinya kedapatan sudah menjadi mayat. Ia tergeletak di sawah, tak berapa jauh dari rumahnya, dengan luka di dada.

Di malam yang sama, Sunar, 55 tahun, yang juga dikenal sebagai bromocorah mayatnya kedapatan terapung di sungai. Sampai kini, belum jelas, siapa sebenarnya sekawanan orang bersepeda motor yang membunuh Mukti dan Sunar itu.

Tapi Danres 1033 Jember, Letkol Pol. Soekirno Hs, dalam acara syukuran dua pekan lalu merasa lega. "Penduduk Jember sekarang boleh tidur nyenyak," katanya. Menurut dia, kamtibmas di Jember kini jauh lebih baik ketimbang beberapa bulan lalu. Juga angka kriminalitas di sondowoso jauh menurun. Sampai Juli lalu hanya terjadi sekitar 500 kasus, padahal tahun lalu terjadi 2.545 kasus.

Namun Danres 1031 Bondowoso, Letkol Pol. Eddy Soetjipto, mengakui mutu kriminalitas kali ini meningkat. Seperti pengeroyokan oleh penduduk terhadap seorang yang diduga tukang santet, belum lama ini.

Komandan Kores 1031 yang berperawakan seperti petinju Mohammad Ali itu membenarkan ditemukannya sesosok mayat bromocorah di Kecamatan Tamanan beberapa waktu lalu. Tapi, katanya, mayat itu nampaknya berasal dari daerah lain. Ditaruh di Tamanan "mungkin supaya timbul anggapan bahwa daerah Bondowoso tidak aman," kata Soetjipto.

Ia juga membenarkan soal tertembak matinya seorang bromocorah di bilangan Cerme, karena ia mencoba melarikan diri ketika disergap petugas. "Masalahnya kini sedang diselesaikan secara hukum," katanya.

Berapa persisnya bromocorah dan tukang santet yang mati beberapa bulan terakhir ini, sulit diketahui. Ada yang menyebut angka 30 sampai 40.

Tapi Kadapol X Jawa Timur, Mayjen Pol. Pamoedji, dua pekan lalu menyatakan angka itu kelewat dibesar-besarkan. Isu itu, katanya, mungkin dilontarkan oleh keluarga bromocorah dengan tujuan agar polisi menghentikan operasinya menumpas penjahat. "Tapi kami tak akan berhenti hanya karena isu semacam itu," kata Pamoedji.

Menurut Pamoedji, kalau benar bromocorah yang rnati mencapai angka 40, berarti tahun ini sudah ada 63 orang pelaku tindak kriminal yang ditembak petugas (tidak sampai mati) karena mencoba melawan.

Namun Pamoedji membenarkan ditemukannya lima mayat di daerah Besuki. Tak ada bekas luka tembak di tubuh mereka. Dua di antaranya sudah jelas diketahui karena pengeroyokan massa.

Yang lain tambah Pamoedji, diperkirakan mayat gelandangan yang mati terlantar atau karena tenggelam di sungai. Memang diakui ada bromocorah yang terkena tembakan polisi karena melawan waktu akan ditangkap. Jumlahnya tujuh orang. "Tapi mereka tak sampai meninggal, hanya luka-luka saja," kata Pamoedji lagi. 

Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1982/08/21/KRI/mbm.19820821.KRI47227.id.html

2 komentar:

  1. waktu peristiwa petrus bikin gempar jakarta....sy msh berumur lima tahunan...

    BalasHapus
  2. Klo bisa sekarang ada petrus untuk para koruptor. .. .

    BalasHapus